Aqiqah menurut bahasa adalah memutus, memotong, atau melubangi. Sedangkan menurut istilah bermakna menyembelih kambing untuk anat yang baru lahir dengan kemauan mengharap ridho Allah SWT. selain mengharap ridlonya, aqiqah bertujuan untuk mengucapkan syukur kepadanya. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai aqiqah sesuai sunnah dan waktu pelaksanaannya.
Waktu Pelaksanaan Aqiqah
Aqiqah tidak ada dengan sendirinya, aqiqah saat ini menjadi salah satu adat bagi ummat islam. Aqiqah dilakukan karena telah lahir anak adam ke dunia. Aqiqah bertujuan untuk pengucapan rasa syukur kepada Allah dan mengharap ridhonya, ada hadis yang menjelaskan tentang aqiqah yang artinya : “tiap-tiap anak tergadai dengan aqiqahnya yang disembelihkan pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, serta dinamakan”. (HR. Ibnu Majah).
Hikmah melaksanakan aqiqah untuk anak di hari ke 7 dan seterusnya, menurut murid Asy Syaukani, yakni Shidiq Hasan Khon Rahimahullan: sudah semestinya ada selang waktu antara kelahiran dan waktu aqiqah, pada awal kelahiran tentunya keluarga sibuk untuk merawat ibu dan bayi. Sehingga ketika itu, janganlah mereka dibebani dengan yang lain.“
Apalagi setelah selesai melahirkan, jika langsung mencari kambing pasti sangat sulit dan butuh usaha seandainya aqiqah disyariatkan di hari pertama, maka ini sangat menyulitkan. Jadi hari ketujuhlah yang cukup untuk melaksanakan aqiqah. Jika dihari ketujuh belum sanggup karena belum ada uang dan sebagainya, maka dianjurkan dihari ke-14 dan 21.
Aqiqah bukanlah suatu paksaan, melainkan kesadaran umat Islam yang peka terhadap syariat Islam. Agar menambah rasa syukur yang Allah berikan. Rasa syukur sangatlah penting untuk menambah keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Aqiqah Sesuai Sunnah
Untuk mengetahui aqiqah sesuai sunnah dilaksanakan di hari ketujuh, keempat belas, dan kedua puluh satu. Penentuan waktu ini yang disepakati oleh berbagai mazhab. Pendapat jumhur ulama waktu yang disunnahkan untuk menyembelih hewan aqiqah adalah hari ketujuh setelah kelahiran bayi, akan tetapi jika mengaqiqahkan bayi diluar hari ketujuh jumhur ulama berpendapat berbeda-beda.
Mazhab Syafi’i dan Hambali membolehkan pelaksanaan aqiqah pada saat waktu bayi baru dilahirkan dan tidak harus menunggu hari ketujuh. Dan kedua mazhab ini tidak memperbolehkan melakukan aqiqah sebelum bayi itu dilahirkan dari rahim ibunya. Jika pihak keluarga menyembelih hewan, maka bukan termasuk aqiqah melainkan sembelihan biasa.
Pendapat menurut mazhab hanafi dan maliki membolehkan pelaksanaan aqiqah pada hari ketujuh setelah bayi dilahirkan. Jadi banyak sekali pendapat dari mazhab-mazhab, bisa dilihat dari sisi apa saja. Pada dasarnya aqiqah adalah salah satu sunnah yang dianjurkan nabi, hukumnya sunnah muakad.
Jika ingin melaksanakan aqiqah disarankan pada hari ketujuh, empat belas, dan dua puluh satu. Jika melewati hari tersebut maka sesanggupnya saja. Sebab islam tidak pernah membebankan ummatnya dalam beribadah, jadi yang melakukan aqiqah adalah orang-orang yang berkecukupan.
Jika bayi telah lahir dan orang tuanya berkesanggupan untuk menyelenggarakan aqiqah untuk anaknya maka diperbolehkan. Yang tidak dibolehkan, jika anak masih berada di dalam perut ibunya kemudian keluarga menyelenggarakan aqiqah maka hukumnya bukan aqiqah, melainkan penyembelihan biasa.
Demikianlah yang telah dipaparkan pada artikel Padi Aqiqah, salah satu penyedia jasa aqiqah Purwokerto dan daerah sekitarnya mengenai aqiqah sesuai sunnah semoga dapat membantu bagi yang masih meragukan masalah aqiqah ini. Kesimpulannya aqiqah sesuai sunnah dilakukan di hari ke 7 dan 14 serta 21. Dan dalam fikih Syafi’i yang pengikutnya mayoritas di Indonesia anak boleh mengaqiqahkan dirinya sendiri jika mampu. Terimakasih.