Sebagai bentuk rasa syukur karena kelahiran anak yang dinantikannya sebuah keluarga biasanya akan menggelar acara aqiqah dengan menyembelih kambing aqiqah . Penyelenggaraan aqiqah pada masyarakat di Indonesia di laksanakan dengan berbagai macam acara yang bisa jadi berbeda di setiap daerah. Acara aqiqah di berbagai daerah terkadang meriah dan diselingi dengan ritual adat. Bahkan acara aqiqah tersebut di laksanakan untuk mengaqiqahkan orang yang sudah meninggal.

Pada artikel kali ini kami dari PadiAqiqah.Com jasa aqiqah Purwokerto akan mengulas mengenai hukum mengaqiqahkan orang yang sudah meninggal, baik itu meninggal ketika masih usia bayi ataupun orang yang meninggal ketika usia sudah tua.

Hukum Aqiqah
Ada beberapa ulama yang memiliki perbedaan pandangan mengenai hukum aqiqah. Ulama yang mewajibkan aqiqah merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi berikut : “Anak yang baru lahir itu tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari hari kelahirannya, dan pada hari itu juga hendaklah dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Namun ada pula yang berpendapat bahwa aqiqah tidak wajib dan tidak pula sunah. Pendapat ini merujuk hadis Nabi SAW: “Aku tidak suka sembelih-sembelihan (aqiqah). Akan tetapi, barang siapa dianugerahi seorang anak, lalu dia hendak menyembelih hewan untuk anaknya itu, dia dipersilakan melakukannya” (HR al-Baihaqi).
Pendapat yang paling kuat adalah yang diambil oleh jumhur ulama. Sebagian besar ulama berpendapat, aqiqah hukumnya sunah muakkadah. Pendapat ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: “Barang siapa di antara kamu ingin bersedekah buat anaknya, bolehlah ia berbuat.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasai). Pendapat inilah yang paling umum diikuti oleh kaum muslmin.
Aqiqah Untuk Anak Yang Sudah Meninggal
Berdasarkan ulasan sebelumnya di jelaskan bahwa hukum aqiqah adalah sunah muakkad menurut jumhur ulama. Dan hukum ini berlaku pada anak yang baru lahir dan masih hidup. Ada pedoman waktu pelaksanaan aqiqah. Aqiqah tidak dilakukan pada hari pertama tetapi di hari ketujuhlah yang cukup untuk melaksanakan aqiqah. Jika dihari ketujuh belum sanggup karena belum ada persiapan atau karena sebab lainnya, maka dianjurkan dihari ke-14 dan 21.
Menurut Syaikh Utsaimin, akikah untuk anak-anak yang sudah meninggal atau yang belum diakikahi saat hidupnya, tidak perlu dilaksanakan. Sebab, hewan aqiqah disembelih hanya sebagai tebusan bagi anak yang lahir, untuk tafaul (harapan) akan keselamatannya, dan untuk mengusir setan dari si anak, sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Tuhfah al-Maudud fi Ahkam al-Maulud.
Ada anggapan bahwa anak yang meninggal namun belum atau tidak di aqiqahi, maka syafaat yang diberikan anak kepada orang tua akan terhalang. Hal ini telah dibantah oleh beliau. Aqiqah bertujuan untuk mengusir setan dari anak yang lahir, sedangkan makna hadits,
كُل غُلاَمٍ رَهيْنَةٌ بعَقيْقَتِهِ
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya.” (HR Ahmad (5/12), Abu Dawud no. 2837, at-Tirmidzi no. 1522, dll.; dinyatakan sahih dalam Shahih al-Jami’ no. 4541.)
Maknanya adalah si anak tergadai pembebasannya dari setan dengan aqiqahnya. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah :
Apabila si anak tidak diaqiqahi, niscaya dia tetap sebagai tawanan bagi setan. Jika diaqiqahi dengan aqiqah yang syar’i, dengan izin Allah ‘azza wa jalla hal itu akan menjadi sebab terbebasnya dia dari tawanan setan. Jadi aqiqah tidak ada hubungannya dengan pemberian syafaat anak yang sudah meninggal kepada orang tua di yaumil akhir.
Aqiqah Untuk Orang Tua Yang Sudah Meninggal
Bolehkan mengaqiqahi orang tua yang telah meninggal dunia?
Dalam kitab al Majmu’ Syarh al Muhaddzab karya Imam Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syaraf al-Nawawi menjelaskan bahwa jika seseorang berkurban atas nama orang lain tanpa seizinnya, maka hal itu tidak sah. Dan jika berkurban atas nama orang yang telah meninggal, maka Imam Abu al Hasan al ‘Ubbadi memutlakkan kebolehannya, karena hal itu merupakan bagian dari sedekah, dan sedekah adalah sah atas nama orang yang telah meniggal.
Namun menurut Imam al Baghawi berkurban atasnama orang yang sudah meninggal hukumnya tidak sah, kecuali ia berwasiat dengan hal itu. Imam al ‘Ubbadi dan yang lain berlandaskan pada hadits Ali bin Abi Thalib radliyallahu ‘anhu yang menyatakan bahwa sesungguhnya beliau berkurban dengan 2 ekor kambing atas nama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan 2 ekor kambing atas nama dirinya sendiri.
Ali bin Abi Thalib radliyallahu ‘anhu berkata “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar berkurban atas nama beliau untuk selama-lamanya, maka aku berkurban atas nama beliau untuk selama-lamanya”. (HR. Abu Dawud, al Tirmidzi dan al Baihaqi). Dari hadits itulah mam Baihaqi berpendapat bahwa berkorban untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan.
Karena syariat antara aqiqah dan kurban hampir sama maka berdasarkan ulasan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa hukum mengaqiqahi orang tua yang telah meninggal dunia terjadi perbedaa sebagai berikut :

- Tidak boleh mengaqiqahkan orang tua yang sudah meninggal kecuali ada wasiat dari orang tua tersebut sewaktu masih hidup.
- Boleh secara mutlak baik dengan adanya wasiat sewaktu masih hidupnya orang tua yang sudah meninggal atau tanpa wasiat.
Demikian ulasan mengenai hukum mengaqiqahkan orang yang sudah meninggal baik itu ketika masih usia bayi ataupun meninggal di usia tua. Semoga artikel ini memberikan pengetahuan tentang hukum aqiqah dengan jelas bagi anda. Nantikan artikel kami lainnya mengenai cara menjaga dan mendidik bayi dalam kandungan. Terima kasih.